Makalah Kebijakan Moneter

 MAKALAH

KEBIJAKAN MONETER


Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ekonomi Bisnis


Dosen Pengampu : RENI TANIA, S.PD, MA

 


Disusun Oleh :

Rohmah


PRODI ADMINISTRASI BISNIS

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI BANTEN

2021



KATA PENGANTAR


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas ke hadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi bagi kami dan pembaca pada umumnya. 


Pandeglang, 3 Desember 2022



Penyusun

 

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Kebijakan Moneter 3

B. Jenis-jenis Kebijakan Moneter 4

C. Instrumen Kebijakan Moneter 4

D. Tujuan Kebijakan Moneter 5

E. Target Kebijakan Moneter 6

F. Indikator Kebijakan Moneter 7

G. Kerangka Kebijakan Moneter 8

H. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter 8

I. Jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter 10

J. Variabel dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter 16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 28

B. Saran 28

DAFTAR PUSTAKA


 

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi stabil tidaklah pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan, ini ibaratnya mata uang dua sisi, kadang dicapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak stabil. Untuk mencapai inilah diperlukan kebijakan moneter. Kebijakan moneter bertujuan mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang lebih baik dan atau diinginkan. Kondisi-kondisi tersebut diukur dengan menggunakan indikator-indikator makro utama seperti terpeliharanya pertumbuhan ekonomi yang baik, stabilitas harga umum yang terkendali, dan menurunnya tingkat pengangguran.

Sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang kegiatannya bertumpu pada aset keuangan kredit perbankan, maka pemerintah perlu melaksanakan kebijakan moneter melalui pengelolaan atau pengaturan sistem perkreditan secara dinamis, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur potensi ekonomi masyarakat daerah (resource base) yang akan digerakkan.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa definisi kebijakan moneter?

2. Apa saja jenis-jenis kebijakan moneter?

3. Bagaimana instrumen kebijakan moneter?

4. Apa tujuan kebijakan moneter?

5. Apa target kebijakan moneter?

6. Bagaimana indikator kebijakan moneter?

7. Bagaimana kerangka kebijakan moneter?

8. Bagaimana mekanisme transmisi kebijakan moneter?

9. Bagaimana jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter?

10. Bagaimana variabel dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter?


 

BAB II

PEMBAHASAN


A. Definisi Kebijakan Moneter 

Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, “margin requirement”, kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.


B. Jenis-jenis Kebijakan Moneter

Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

1 Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy)

Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy).

2 Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Contractive Policy)

Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).


C. Instrumen Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain:

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

4. Imbauan Moral (Moral Persuasion)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.


D. Tujuan Kebijakan Moneter 

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (inflation targeting framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.


E. Target Kebijakan Moneter 

Target akhir sebuah kebijakan moneter adalah suatu kondisi ekonomi makro yang ingin dicapai. Target akhir tersebut tidak sama dari satu negara dengan negara lainnya serta tidak sama dari waktu ke waktu. Target kebijakan moneter tidak statis, namun bersifat dinamis karena selalu disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian suatu negara. Akan tetapi, kebanyakan negara menetapkan empat hal yang menjadi ultima target dari kebijakan moneter, yaitu: 

1. Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan;

2. Kesempatan kerja;

3. Kestabilan harga; dan 

4. Keseimbangan neraca pembayaran. 

 Idealnya, semua sasaran perekonomian tersebut dapat dicapai secara serentak dan optimal. Namun, karena usaha-usaha untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut dapat menimbulkan dampak yang kontradiktif, sangat sulit untuk mencapai semua sasaran dengan serempak dan optimal. 

Menyadari adanya hal yang bertolak belakang tersebut, otoritas moneter biasanya harus memilih berbagai alternatif yang memungkinkan dan menguntungkan. Alternatif pertama adalah memilih salah satu sasaran untuk dicapai secara optimal dan mengabaikan sasaran lainnya. Alternatif kedua adalah mengupayakan untuk mencapai semua target dengan risiko tidak ada satu pun yang tercapai secara optimal. Alternatif ini dipilih dengan alasan karena semua indikator yang menjadi target kebijakan ekonomi itu sama pentingnya. 

Betapa pentingnya semua target itu membuat kebijakan moneter yang diambil oleh suatu negara bukanlah sebuah langkah mudah. Namun, sejalan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan telah direvisi dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, tujuan Bank Indonesia telah bersifat tunggal, yaitu menjaga kestabilan harga atau inflasi.


F. Indikator Kebijakan Moneter 

Di dalam proses pencapaian sasaran kebijakan moneter, sering dihadapkan dengan gejolak perkembangan perekonomian yang menghambat sasaran yang ditetapkan. Sehubungan dengan itu, diperlukan indikator (sasaran antara) yang dapat memberi petunjuk apakah perkembangan moneter tetap terarah pada usaha pencapaian sasaran akhir yang ditetapkan atau tidak. Indikator tersebut umumnya dua hal, yakni suku bunga dan atau uang beredar. Dengan demikian, kedua variabel tersebut mempunyai dua fungsi, yakni sebagai sasaran menengah dan indikator.

1. Tingkat Suku Bunga

Kebijakan moneter yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran antara akan menetapkan tingkat suku bunga yang ideal untuk mendorong kegiatan investasi. Apabila suku bunga menunjukkan kenaikan melampaui angka yang ditetapkan, bank sentral akan segera melakukan ekspansi moneter agar suku bunga turun sampai pada tingkat yang ditetapkan tersebut, dan begitu sebaliknya.

2. Uang Beredar (Monetary Aggregate)

Kebijakan moneter yang menggunakan monetary aggregate atau uang beredar sebagai sasaran menengah mempunyai dampak positif berupa tingkat harga yang stabil. Apabila terjadi gejolak dalam jumlah besaran moneter, yaitu melebihi atau kurang dari jumlah yang ditetapkan, bank sentral akan melakukan kontraksi atau ekspansi moneter sedemikian rupa sehingga besaran moneter akan tetap pada suatu jumlah yang ditetapkan.


G. Kerangka Kebijakan Moneter 

Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan moneter.

Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melalui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi output dan inflasi.

 

H. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter 

Kerangka strategis kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral banyak dipengaruhi oleh keyakinan bank sentral yang bersangkutan terhadap suatu proses tertentu mengenai bagaimana kebijakan moneter berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Proses yang dimaksud dikenal dengan sebutan mekanisme transmisi kebijakan moneter. Mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah “the process through which monetary policy decisions are transmitted into changes in real GDP and inflation”. Mekanisme transmisi moneter dimulai sejak otoritas moneter atau bank sentral bertindak menggunakan instrumen moneter dalam implementasi kebijakan moneternya sampai terlihat pengaruhnya terhadap aktivitas perekonomian, baik secara langsung maupun bertahap.

Mengingat kompleksitasnya, dalam teori ekonomi moneter, mekanisme transmisi kebijakan moneter sering disebut “black box”, karena transmisi dimaksud banyak dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (1) perubahan perilaku bank sentral, perbankan, dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya; (2) lamanya tenggat waktu (time lag) sejak tindakan otoritas moneter sampai pada akhir tercapai; (3) terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi moneter itu sendiri sesuai dengan perkembangan ekonomi dan keuangan di negara yang bersangkutan.

Menurut teori moneter Keynes tradisional, mekanisme transmisi (pemindahan) merupakan mekanisme yang memindahkan dorongan-dorongan dari sektor moneter ke sektor riil. 

Dalam literatur ekonomi moneter, kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter pada awalnya mengacu peranan uang dalam perekonomian, yang pertama kali dijelaskan oleh Quantity Theory of Money (Teori Kuantitas Uang). Teori ini pada dasarnya menggambarkan analisis hubungan langsung yang sistematis antara pertumbuhan jumlah uang yang beredar dengan inflasi, yang dinyatakan dalam suatu identitas yang dikenal sebagai “The Equation of Exchange”. MV = PT

Di mana jumlah uang beredar (M) dikalikan dengan tingkat perputaran uang (V) sama dengan volume output atau transaksi ekonomi secara riil (T) dikalikan dengan tingkat harga (P). Dengan kata lain, dalam keseimbangan, jumlah uang beredar yang digunakan dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah output, yang dihitung dengan harga yang berlaku, ditransaksikan (PT).

Berdasarkan mekanisme transmisi ini, dalam jangka pendek pertumbuhan jumlah uang beredar hanya mempengaruhi perkembangan output riil. Selanjutnya, dalam jangka menengah pertumbuhan jumlah uang beredar akan mendorong kenaikan harga (inflasi), yang pada gilirannya menyebabkan penurunan perkembangan output riil menuju posisi semula. Dalam keseimbangan jangka panjang, pertumbuhan jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada perkembangan output riil, tetapi mendorong kenaikan laju inflasi secara proporsional.

Jalur moneter yang bersifat langsung ini dianggap tidak dapat menjelaskan pengaruh faktor-faktor selain uang terhadap inflasi, seperti suku bunga, nilai tukar, harga aset, kredit, dan ekspektasi. Dalam perkembangan selanjutnya, selain jalur moneter langsung (direct monetary channel), mekanisme transmisi pada umumnya juga dapat terjadi melalui lima jalur lainnya, yaitu interest rate channel (jalur suku bunga), exchange rate channel (jalur nilai tukar), assets price channel (jalur harga aset), credit channel (jalur kredit), dan expectation channel (jalur ekspektasi). Dalam praktik, transmisi kebijakan moneter masing-masing negara berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, tergantung pada perbedaan struktur perekonomian, perkembangan pasar keuangan, dan sistem nilai tukar yang dianut.


I. Jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter 

1. Jalur Suku Bunga

Mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga menekankan bahwa pentingnya aspek harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktifitas ekonomi di sektor riil. Oleh karena itu, kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan berpengaruh terhadap perkembangan berbagai suku bunga di sektor keuangan dan akan berpengaruh pada tingkat inflasi dan output riil. Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga dapat dilihat pada gambar berikut ini. 

 

Dalam konteks interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi proses perputaran uang, mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Tahap pertama, kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan berpengaruh terhadap suku bunga jangka pendek (misalnya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Pasar Uang Antar Bank) di pasar uang rupiah. Perkembangan ini selanjutnya akan mempengaruhi suku bunga deposito yang diberikan perbankan pada simpanan masyarakat dan suku bunga kredit yang dibebankan bank kepada para debiturnya. Proses transmisi suku bunga tersebut biasanya tidak berlangsung secara segera, artinya ada tenggat waktu, terutama karena kondisi internal perbankan dalam manajemen aset dan kewajibannya.

b. Tahap kedua, transmisi suku bunga dari sektor keuangan ke sektor riil akan tergantung pada pengaruhnya terhadap permintaan konsumsi terjadi terutama karena bunga deposito merupakan komponen dari pendapatan masyarakat (income effect) dan bunga kredit sebagai pembiayaan konsumsi (substitution effect). Sementara itu, pengaruh suku bunga terhadap permintaan investasi terjadi karena suku bunga kredit merupakan komponen biaya modal (cost of capital), di samping yield obligasi dan dividen saham, dalam pembiayaan investasi. Pengaruh melalui investasi dan konsumsi tersebut selanjutnya akan berdampak pada besarnya permintaan agregat dan pada akhirnya akan menentukan tingkat inflasi dan output riil dalam ekonomi.

2. Jalur Nilai Tukar

Pendekatan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar, sama seperti jalur suku bunga, menekankan pentingnya aspek perubahan harga aset finansial terhadap berbagai aktivitas perekonomian. Dalam kaitan ini, pentingnya jalur nilai tukar dalam transmisi kebijakan moneter terletak pada pengaruh aset finansial dalam valuta asing yang berasal dari hubungan kegiatan ekonomi suatu negara dengan negara lain. Pengaruhnya bukan saja terjadi pada perubahan nilai tukar, tetapi juga pada aliran dana yang masuk dan keluar suatu negara yang terjadi, antar lain karena aktivitas perdagangan antarnegara dan aliran modal investasi, seperti tercermin pada neraca pembayaran. Selanjutnya, perubahan nilai tukar dan aliran dana dari dan ke luar negeri akan mempengaruhi kegiatan ekonomi riil di negara yang bersangkutan. Semakin terbuka perekonomian suatu negara yang disertai dengan sistem nilai tukar mengambang dan sistem devisa bebas, semakin besar pula pengaruh nilai tukar dan aliran dana luar negeri terhadap perekonomian dalam negeri. Berikut mekanisme transmisinya.

 

Mengenai interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi dalam proses perputaran uang dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Pada tahap awal, operasi moneter oleh bank sentral akan mempengaruhi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap perkembangan nilai tukar. Pengaruh langsung terjadi sehubungan dengan operasi moneter melalui intervensi, jual atau beli, valuta asing dalam rangka stabilisasi nilai tukar. Sementara itu, pengaruh tidak langsung terjadi karena operasi moneter yang dilakukan oleh bank sentral mempengaruhi perkembangan suku bunga dipasar uang dalam negeri sehingga mempengaruhi perbedaan suku bunga di dalam negeri dan suku bunga di luar negeri (interest rate differential), yang selanjutnya akan mempengaruhi besarnya aliran dana dari dan ke luar negeri.

b. Pada tahap kedua, perubahan nilai tukar berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan harga-harga barang dan jasa di dalam negeri. Pengaruh langsung terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi pola pembentukan harga oleh perusahaan dan ekspektasi inflasi oleh masyarakat, khususnya terhadap barang impor. Sementara itu, pengaruh tidak langsung terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi kegiatan ekspor dan impor, yang pada gilirannya berdampak pada output dan perkembangan harga-harga barang dan jasa.

3. Jalur Kredit

Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit berasumsi bahwa fungsi intermediasi perbankan tidak selalu berjalan normal, sehingga yang lebih berpengaruh terhadap ekonomi riil adalah kredit perbankan. Selain dana yang tersedia, perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri seperti permodalan (CAR), jumlah kredit macet, Loan to Deposit Ratio (LDR). Selain itu, tidak semua permintaan kredit debitur dapat dipenuhi oleh bank, khususnya karena kondisi keuangan debitur yang dinilai oleh bank tidak feasible antara lain karena tingginya rasio utang terhadap modal (leverage), risiko kredit macet, moral hazard, dan sebagainya. Adanya informasi yang tidak simetris antara bank dengan debitur seperti itu menyebabkan pasar kredit tidak selalu berada dalam keseimbangan.

Dalam konteks interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi dalam tahapan proses perputaran uang dalam ekonomi, mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit adalah sebagai berikut.

a. Interaksi antara bank sentral dengan perbankan terjadi di pasar uang rupiah. Interaksi ini terjadi karena di satu sisi bank sentral melakukan operasi moneter untuk pencapaian sasaran operasionalnya baik berupa uang primer ataupun suku bunga jangka pendek, dan di sisi lain bank melakukan transaksi di pasar uang untuk pengelolaan likuiditasnya. Interaksi ini akan mempengaruhi tidak saja perkembangan suku bunga jangka pendek di pasar uang, tetapi juga besarnya dana yang akan dialokasikan bank dalam bentuk instrumen likuiditas maupun untuk penyaluran kreditnya.

b. Jalur kredit lebih menekankan pentingnya pasar kredit dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter yang tidak selalu berada dalam kondisi keseimbangan karena adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric information) atau sebab lain. Dalam kaitan ini, terdapat dua jenis jalur yang mempengaruhi transmisi moneter dari sektor keuangan ke sektor riil, yaitu jalur kredit bank dan neraca perusahaan. Jalur kredit bank lebih menekankan pada perilaku bank yang cenderung melakukan seleksi kredit karena informasi asimetris atau sebab-sebab lain tersebut. Di sisi lain, saluran neraca perusahaan lebih menekankan pada kondisi keuangan perusahaan yang berpengaruh dalam penyaluran kredit, khususnya kondisi leverage perusahaan.

4. Jalur Harga Aset

Kebijakan moneter berpengaruh terhadap perkembangan harga-harga aset lain, baik harga aset finansial seperti yield obligasi dan harga saham, maupun harga aset fisik khususnya harga aset properti dan emas. Transmisi ini terjadi karena penanaman dana oleh para investor dalam portofolio investasinya tidak saja berupa simpanan di bank dan instrumen lainnya di pasar uang rupiah dan valuta asing, tetapi juga bentuk obligasi, saham, dan aset fisik. Dengan demikian, perubahan suku bunga dan nilai tukar maupun besarnya investasi di pasar uang rupiah dan valuta asing akan berpengaruh pula terhadap volume dan harga obligasi, saham, dan aset fisik tersebut. Mekanisme transmisi melalui jalur harga aset dapat dilihat pada gambar berikut ini.

 

Pengaruh kebijakan moneter terhadap perkembangan harga aset selanjutnya akan berdampak pada berbagai aktivitas sektor riil. Mekanisme transmisi melalui jalur harga aset ini terjadi melalui pengaruhnya terhadap permintaan konsumsi bagi para investor, baik karena perubahan kekayaan yang dimiliki maupun perubahan tingkat pendapatan yang dikonsumsi yang timbul dari penerimaan hasil penanaman aset finansial dan aset fisik tersebut. Selain itu, pengaruh harga aset terhadap sektor riil juga terjadi pada permintaan investasi oleh perusahaan. Hal ini disebabkan oleh perubahan harga aset tersebut, baik yield obligasi, retur saham, dan harga set properti, berpengaruh terhadap biaya modal yang harus dikeluarkan dalam produksi dan investasi oleh perusahaan. Selanjutnya, pengaruh harga aset pada konsumsi dan investasi tersebut akan mempengaruhi pula permintaan agregat dan pada akhirnya akan menentukan tingkat output riil dan inflasi dalam ekonomi.

5. Jalur Ekspektasi Inflasi

Mekanisme transmisi melalui jalur ekspektasi menekankan bahwa kebijakan moneter dapat diarahkan untuk mempengaruhi pembentukan ekspektasi mengenai inflasi dan kegiatan ekonomi. Kondisi tersebut mempengaruhi perilaku agen-agen ekonomi dalam melakukan keputusan konsumsi dan investasi, yang pada gilirannya akan mendorong perubahan permintaan agregat dan inflasi.

Dalam konteks kebijakan moneter, yang paling diperhatikan adalah ekspektasi inflasi oleh masyarakat. Teori ekspektasi berpendapat bahwa apabila masyarakat cukup rasional, mereka akan mengambil tindakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya inflasi. Tindakan tersebut adalah berupa pengurangan jumlah uang yang mereka pegang dengan membelanjakannya ke dalam bentuk barang-barang riil sehingga risiko kerugian memegang uang karena inflasi dapat dihindari. Berikut mekanisme transmisi jalur ekspektasi.

 

Ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga pada gilirannya akan mendorong kenaikan tingkar suku bunga. Apabila suku bunga meningkat lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga, secara riil rate of return atas aset finansial menurun dan penurunan tersebut akan mendorong orang mengalihkan kekayaannya dari bentuk aset finansial ke bentuk aset riil.


J. Variabel dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

1. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Suku Bunga SBI dihitung menggunakan metode rata-rata tertimbang dengan membobot suku bunga dengan volume transaksi SBI di masing-masing suku bunga yang tidak melebihi SOR pada setiap periode lelang. Stop-out Rate (SOR) adalah tingkat diskonto tertinggi yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target kuantitas SBI yang akan diterbitkan oleh Bank Indonesia.

Suku bunga SBI ditetapkan dengan metode harga tetap (fixed rate) dan harga beragam (variable rate). Suku bunga SBI dengan harga tetap (fixed rate) ditentukan oleh BI dan mengacu pada BI Rate (terhitung mulai Mei 2006 s.d Januari 2008). Suku bunga SBI dengan harga beragam (variable rate) dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang (digunakan mulai Januari 1998 s.d April 2006 dan berlaku kembali sejak Februari 2008 s.d sekarang).

2. Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB)

Pasar Uang Antar bank (PUAB) merupakan kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya. bank yang kelebihan dana (surplus unit) akan meminjamkan dananya kepada bank yang kekurangn dana (deficit unit). Sebagai kompensasi, bank pemberi pinjaman akan mengenakan suku bunga tertentu. Suku bunga itulah yang disebut suku bunga pasar uang antar bank.

Secara umum jangka waktu pinjam meminjam ini berlangsung dalam waktu relatif pendek. Biasanya transaksi di pasar uang antar bank berjangka waktu satu hari (overnight), hingga 90 hari. Pasar uang antar bank diperlukan oleh bank-bank untuk menutupi kekurangan dana jangka pendek (mismatch). Dapat dikatakan bahwa pasar uang antar bank adalah “deposit market” di mana bank-bank yang memiliki kelebihan dana menempatkan dananya pada bank-bank yang memerlukan. PUAB terdiri dari PUAB Rupiah Pagi, PUAB Rupiah Sore, dan PUAB valas.

Suku bunga PUAB Overnight (O/N) adalah suku bunga PUAB dengan tenor 1 hari pada periode akhir bulan yang dihitung menggunakan metode rata-rata tertimbang pada periode yang bersangkutan. Suku bunga PUAB Keseluruhan adalah suku bunga PUAB seluruh tenor pada periode akhir bulan yang dihitung menggunakan metode rata-rata tertimbang pada periode yang bersangkutan.

3. Suku Bunga Deposito

Menurut teori klasik tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga di mana pergerakan tingkat bunga pada perekonomian akan mempengaruhi tabungan yang terjadi. Berarti keinginan masyarakat untuk menabung sangat bergantung pada tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, semakin besar keinginan masyarakat untuk menabung atau masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan pengeluarannya guna menambah besarnya tabungan. Jadi, tingkat bunga menurut klasik adalah balas jasa yang diterima seseorang karena menunda konsumsinya. Pendapat klasik ini didasarkan kepada hukum Say (pendapat Baptis Say) bahwa penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri.

Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga adalah balas jasa yang diterima seseorang karena orang tersebut tidak menimbun uang atau balas jasa yang diterima seseorang karena orang tersebut mengorbankan liquidity preference-nya. Makin besar liquidity preference seseorang makin besar keinginan orang tersebut untuk menahan uang tunai, maka makin besar tingkat bunga yang diterima orang tersebut bilamana dia meminjamkan uang tersebut kepada orang lain.

Pengaruh penambahan jumlah uang beredar akan mempengaruhi tingkat bunga yang terjadi. Di mana penambahan uang beredar tersebut dilakukan melalui kebijakan moneter. Keynes mengatakan suku bunga merupakan fenomena moneter yang ditentukan perpotongan antara skedul permintaan uang dan jumlah uang beredar.

4. Suku Bunga Kredit

Suku bunga kredit adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Adapun komponen dalam menentukan suku bunga kredit antar lain sebagai berikut:

a. Total biaya dana

Merupakan total bunga yang dikeluarkan oleh bank untuk memperoleh dana simpanan baik dalam bentuk simpanan giro, tabungan maupun deposito. Semakin besar bunga yang dibebankan terhadap bunga simpanan, semakin tinggi pula biaya dananya demikian sebaliknya.

b. Biaya operasi

Dalam melakukan setiap kegiatan setiap bank membutuhkan berbagai sarana dan prasarana baik berupa manusia maupun alat. Penggunaan sarana dan prasarana baik manusia maupun alat. Penggunaan sarana dan prasarana ini memerlukan sejumlah biaya yang harus ditanggung bank sebagai biaya operasi.

c. Cadangan risiko kredit macet

Merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang akan diberikan, hal ini disebabkan setiap kredit yang diberikan pasti menanggung suatu risiko yang tidak berbayar. Oleh karena itu, pihak bank perlu mencadangkannya sebagai sikap bersiaga menghadapinya dengan cara membebankan sejumlah persentase tertentu terhadap kredit yang akan disalurkan.

d. Laba yang diinginkan

Setiap kali melakukan transaksi bank selalu ingin memperoleh laba yang maksimal. Penentuan ini ditentukan oleh beberapa pertimbangan penting, mengingat penentuan besarnya laba sangat mempengaruhi besarnya bunga kredit.

e. Pajak

Pajak merupakan kewajiban yang dibebankan pemerintah kepada bank yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya.

5. Investasi

Investasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam pendapatan nasional. Teori investasi pada umumnya hendak menjelaskan faktor-faktor atau variabel yang mempengaruhi investasi. Teori tentang investasi yang dikemukakan oleh para pakar ekonomi di antaranya adalah teori Keynes. Teori ini membahas tentang anggaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Keynes mengatakan bahwa untuk memengaruhi jalannya perekonomian, pemerintah dapat memperbesar anggaran pengeluaran saat perekonomian mengalami kelesuan sehingga lapangan pekerjaan meningkat dan akhirnya pendapatan riil masyarakat juga akan mengalami peningkatan. Perubahan yang diakibatkan oleh pengeluaran pemerintah akan berpengaruh pada besarnya pendapatan nasional selanjutnya akan menimbulkan perubahan pada golongan pengeluaran tertentu dan pada akhirnya pendapatan nasional akan bertambah.

Investasi mempunyai peran penting dalam perekonomian suatu negara. Alasan yang pertama, investasi mampu menciptakan pendapatan dan kedua investasi dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Meningkatkan investasi menjadi salah satu cara pemerintah untuk mendorong pertumbuhan, dan dalam jangka panjang menaikkan standar hidup sebuah negara. Negara-negara yang mencurahkan sebagian besar GDP untuk investasi, seperti Singapura dan Jepang, cenderung memiliki laju pertumbuhan yang tinggi.

Faktor-faktor yang menentukan tingkat investasi adalah:

a. Tingkat bunga

Tingkat bunga sangat berperan dalam menentukan tingkat investasi yang terjadi dalam suatu negara. Kalau tingkat bunga rendah, maka tingkat investasi yang terjadi akan tinggi, karena kredit dari bank masih menguntungkan untuk mengadakan investasi. Begitu juga sebaliknya bila tingkat bunga tinggi, maka investasi dari kredit bank tidak menguntungkan.

b. Marginal Efficiency of Capital (MEC)

MEC merupakan salah satu konsep yang dikeluarkan Keynes untuk menentukan tingkat investasi yang terjadi dalam suatu perekonomian. MEC merupakan tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan. Bila keuntungan yang diharapkan (MEC) lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku secara riil, maka investasi akan dilakukan. Bila keuntungan yang diharapkan (MEC) lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku secara riil, maka investasi tidak akan dijalankan. Bila MEC yang diharapkan sama dengan tingkat bunga secara riil, maka pertimbangan untuk mengadakan investasi sudah dipengaruhi oleh faktor lain.

c. Peningkatan Aktivitas Perekonomian

Harapan adanya peningkatan aktivitas perekonomian di masa mendatang, merupakan salah satu faktor penentu untuk mengadakan investasi atau tidak. Faktor ini merupakan pertimbangan yang diperhitungkan para investor bila ingin mengadakan investasi.

d. Kestabilan politik suatu negara

Kestabilan politik suatu negara merupakan satu pertimbangan yang sangat penting untuk mengadakan investasi. Kestabilan politik meningkatkan keyakinan investor untuk mengadakan investasi ke dalam negeri.


6. Nilai Tukar

Nilai tukar suatu mata uang didefinisikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Pada dasarnya terdapat tiga sistem nilai tukar, yaitu: (1) fixed exchange rate ‘sistem nilai tukar tetap’, (2) managed floating exchange rate ‘sistem nilai tukar mengambang terkendali’, dan (3) flating exchange rate ‘sistem nilai tukar mengambang’. Pada sistem nilai tukar tetap, nilai tukar atau kurs suatu mata uang terhadap mata uang lain ditetapkan pada nilai tertentu. Pada nilai tukar ini bank sentral akan siap untuk menjual atau membeli kebutuhan devisa untuk mempertahankan nilai tukar yang ditetapkan. Apalagi nilai tukar tersebut tidak lagi dapat dipertahankan, maka bank sentral dapat melakukan devaluasi ataupun revaluasi atau nilai tukar yang ditetapkan.

Pada sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran di atas permintaan, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan di atas penawaran yang ada di pasar valuta asing. Bank sentral dapat saat melakukan intervensi di pasar valuta asing, yaitu dengan menjual devisa dalam hal terjadi kekurangan pasokan atau membeli devisa apabila terjadi kelebihan penawaran untuk menghindari gejolak nilai tukar yang berlebihan di pasar. Akan tetapi, intervensi dimaksud tidak diarahkan untuk mencapai target tingkat nilai tukar tertentu atau dalam kisaran tertentu.

Sistem nilai tukar mengambang terkendali merupakan sistem yang berada di antara kedua sistem nilai tukar di atas. Dalam sistem nilai tukar ini, bank sentral membuat batasan suatu kisaran tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut intervention band ‘batas pita intervensi’. Nilai tukar akan ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang berada dalam batas kisaran pita intervensi tersebut. Apabila nilai tukar menembus batas atas atau batas bawah dari kisaran tersebut, bank sentral akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valuta asing sehingga nilai tukar bergerak kembali ke dalam pita intervensi.

7. Capital Inflow

Capital inflow merupakan bagian dari transaksi modal. Transaksi modal biasanya berada pada neraca pembayaran. Yang termasuk transaksi modal adalah: 

a. Transaksi modal jangka pendek, meliputi:

1) Kredit untuk perdagangan dari negara lain (transaksi kredit) atau kredit perdagangan yang diberikan kepada penduduk negara lain (transaksi debet).

2) Deposito bank di luar negeri (transaksi debet) atau deposito bank di dalam negeri milik penduduk negara lain (transaksi kredit).

3) Pembelian surat berharga luar negeri jangka pendek (transaksi debet) atau penjualan surat berharga dalam negeri jangka pendek kepada penduduk negara lain (transaksi kredit).

b. Transaksi modal jangka panjang, meliputi:

1) Investasi langsung di luar negeri (transaksi debet) atau investasi asing dalam negeri (transaksi kredit)

2) Pembelian surat-surat berharga jangka panjang milik penduduk negara lain (transaksi debet) atau pembelian surat-surat berharga jangka panjang dalam negeri oleh penduduk asing (transaksi kredit).

3) Pinjaman jangka panjang yang diberikan kepada penduduk negara lain (transaksi debet) atau pinjaman jangka panjang yang diterima dari penduduk negara lain (transaksi kredit).

8. Interest Rate Differentials (Perbedaan suku bunga dalam negeri dengan suku bunga internasional)

Interest rate differentials yang dimaksud dalam hal ini adalah selisih antara suku bunga dalam negeri dengan suku bunga internasional. Di Indonesia, penurunan dan kenaikan tingkat bunga di dalam negeri ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia untuk mengupayakan perbedaan selisih antara tingkat suku bunga domestik dengan suku bunga internasional. Berada pada tingkat yang wajar, guna mengurangi ekspansi moneter yang berasal dari aliran modal masuk, terutama yang berjangka pendek.

Perubahan suku bunga internasional relatif berisiko dan juga mempunyai potensi besar dalam mempengaruhi tingkat potensi besar dalam mempengaruhi investasi. Bukti empiris menunjukkan bahwa pengeluaran untuk investasi pada umumnya adalah inelastis terhadap tingkat bunga. Fakta ini adalah disebabkan bunga merupakan pinjaman bagi peran investor pada perbankan internasional. Oleh karena itu, suku bunga memiliki pengaruh terhadap penanaman modal asing.

Mobilitas arus modal luar negeri di Indonesia pada umumnya, selain didorong oleh tingginya keterbukaan perekonomian Indonesia, juga sangat terkait dengan besarnya tingkat kepercayaan investor terhadap fundamental perekonomian dan perbedaan suku bunga dalam negeri (interst rate) yang cukup tinggi.

Suku bunga LIBOR (London Inter Bank Offering Rate) merupakan suku bunga internasional yang digunakan sebagai suku bunga perkiraan antar bank di negara yang berbeda. Suku bunga ini memiliki jangka waktu antara 1, 3, 6 bulan dan 1 tahun. Pergerakan suku bunga ini sesuai dengan pergerakan pasar uang, yang mengikuti kondisi ekonomi dunia. Suku bunga LIBOR merupakan suku bunga yang digunakan oleh bank – bank di dunia jika jenis surat atau jenis tabungan itu didominasi oleh mata uang asing atau dalam bentuk US$. Suku bunga yang diberikan atas jenis tabungan atau surat berharga ini juga akan diukur sesuai dengan pergerakan nilai US$. 

9. Ekspor Neto

Transaksi barang dan jasa merupakan transaksi yang meliputi ekspor maupun impor barang-barang dan jasa, disebut pula transaksi berjalan. Ekspor barang meliputi barang-barang yang biasa dilihat secara fisik, seperti minyak, kayu, tembakau, timah. Ekspor jasa seperti penjualan jasa-jasa angkutan, turisme dan asuransi. Dalam transaksi jasa ini, termasuk juga pendapatan dari investasi kapital di luar negeri. Ekspor barang-barang dan jasa merupakan transaksi kredit sebab transaksi ini menimbulkan hak untuk menerima pembayaran (menyebabkan terjadinya aliran dana masuk). Impor barang-barang meliputi misalnya: barang-barang konsumsi, bahan mentah untuk industri dan kapital; sedang impor jasa meliputi pembelian jasa-jasa dari negara-negara lain. Termasuk dalam impor jasa adalah pembayaran pendapatan (bunga, dividen, atau keuntungan) untuk modal yang ditanam di dalam negeri oleh penduduk negara lain. Impor barang-barang dan jasa merupakan transaksi debet sebab transaksi ini menimbulkan kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada penduduk negara lain (menyebabkan aliran dana keluar negeri).

Transaksi yang sedang berjalan mempunyai arti khusus. Surplus transaksi yang sedang berjalan menunjukkan bahwa ekspor lebih besar dari impor. Ini berarti bahwa suatu negara mengalami akumulasi kekayaan valuta asing, sehingga mempunyai saldo positif dalam investasi luar negeri. Sebaliknya defisit dalam transaksi yang sedang berjalan berarti impor lebih besar dari ekspor, sehingga terjadi pengurangan investasi luar negeri. Dengan demikian, transaksi yang sedang berjalan sangat erat hubungannya dengan penghasilan nasional, sebab ekspor dan impor merupakan komponen penghasilan nasional. Hal ini dapat dilihat dari persamaan penghasilan nasional sebagai berikut ini: Y = C + I + G + X – M di mana:

Y = penghasilan nasional 

C = pengeluaran konsumsi

I = pengeluaran investasi

G = pengeluaran pemerintah

(X-M) = net ekspor / neraca perdagangan

Selisih antara ekspor dengan impor inilah yang disebut dengan ekspor neto.

10. Output Gap

Pendapatan nasional merupakan nilai pasar dari semua barang jadi dan jasa yang diproduksi di suatu negara selama kurun waktu tertentu. Dalam perhitungan pendapatan diketahui beberapa metode yaitu: (1) metode pendapatan, (2) metode produksi, dan (3) metode pengeluaran.

a. Metode Pendapatan

Metode ini dapat diukur dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan.


b. Metode Produksi

Metode ini dapat diukur dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi). Dalam metode produksi ini perlu dihindari perhitungan ganda, agar jangan sampai memperoleh pendapatan nasional yang terlalu tinggi dari yang sebenarnya.

c. Metode Pengeluaran

Metode ini dapat diukur dengan mengukur konsep-konsep berikut, yaitu:

1) Pengeluaran-pengeluaran konsumsi

2) Ini merupakan pengeluaran-pengeluaran dari para konsumen untuk barang-barang konsumsi dan jasa-jasa.

3) Pengeluaran-pengeluaran investasi

4) Ini merupakan pengeluaran-pengeluaran dari perusahaan-perusahaan untuk pabrik dan perlengkapannya.

5) Pengeluaran-pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa

6) Ini merupakan pengeluaran pemerintah dalam hal pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.

7) Ekspor dikurangi impor.

Harga berubah dari waktu ke waktu, pendapatan nasional yang dihitung menurut harga-harga yang berlaku pada tahun barang dan jasa tersebut diproduksi, dijual ke pasar tidak mencerminkan perubahan jumlah produksi barang dan jasa yang sebenarnya dalam perekonomian. Untuk membandingkan pendapatan nasional dari tahun ke tahun, harus dipastikan agar nilai pendapatan nasional yang diperbandingkan tersebut berdasarkan harga tetap.




11. Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi. Ada berbagai macam penggolongan inflasi, yaitu:

a. Penggolongan parah tidaknya inflasi

1) Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)

2) Inflasi sedang (antara 10-30% setahun)

3) Inflasi berat (antara 30-100% setahun)

4) Hiperinflasi (di atas 100% setahun)

b. Penggolongan berdasarkan sebab awal dari inflasi

1) Excess Demand Pull Inflation

Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total, sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan hampir kesempatan kerja penuh, kenaikan permintaan total di samping menaikkan harga dapat juga menaikkan hasil produksi. Apabila kesempatan kerja penuh tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja. Apabila kenaikan permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP berada di atas/melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat adanya “inflationary gap”. Inflationary inilah yang dapat menimbulkan inflasi.

2) Cosh Push Inflation

Cosh push inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Keadaan ini timbul biasanya dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregat supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini dapat timbul karena beberapa faktor di antaranya adalah:

a) Perjuangan serikat buruh yang berhasil untuk menuntut kenaikan upah.

b) Suatu industri yang sifatnya monopolistik, manajer dapat menggunakan kekuasaannya di pasar untuk menentukan harga (yang lebih tinggi).

c) Kenaikan harga baku industri. Salah satu contoh yang tak sing lagi adalah krisis minyak yang terjadi pada tahun 1972-1973 yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga minyak. Biaya produksi naik, akibatnya timbul stagfalasi, yakni inflasi yang disertai dengan stagnasi. 

c. Penggolongan berdasarkan asal inflasi

1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)

Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen gagal dan sebagainya.

2) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)

Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau di negara-negara langganan berdagang kita. Kenaikan harga barang-barang yang kita impor mengakibatkan: (1) secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor, (2) secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi dari berbagai barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus diimpor (cost inflation), (3) secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kemungkinan (tetapi ini tidak harus demikian) kenaikan harga-harga barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor tersebut. 


 

BAB III

PENUTUP


A. Kesimpulan

Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.


B. Saran

Bank Indonesia hendaknya meninggalkan quantity base approach (M1) beralih ke instrumen lain. Hal ini seiring lemahnya pengaruh pertumbuhan Jumlah Uang Beredar (M1) terhadap inflasi.




 

DAFTAR PUSTAKA


Boediono. 1991. Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Nanga, Muana. 2005. Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.

Natsir, M. 2011. Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Melalui Jalur Suku Bunga (Interest Rate Channel). Kendari: Unhalu.

Pohan, Aulia. 2008. Kerangka Kebijakan Moneter dan Implikasinya di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Warjiyo, Perry. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh makalah sistem Perakitan Manual Pada Produksi Massal

MERAWAT IMAN

6 Oleh-Oleh Khas Pandeglang yang Paling Populer